Selasa, 30 November 2010

Tugas 5 Sospol (Struktur Sosial)

Tugas 5 Sospol (Struktur Politik)

Politik adalah suatu proses dimana masyarakat memutuskan bahwa aktivitas tertentu adalah lebih baik dari yang lain dan harus dilaksanakan. Dengan demikian struktur politik meliputi baik struktur hubungan antara manusia dengan manusia maupun struktur hubungan antara manusia dengan pemerintah. Selain itu, struktur politik dapat merupakan bangunan yang nampak secara jelas (kengkret) dan yang tak nampak secara jelas.
1. Kelompok Elite
Banyak teori yang dibuat oleh para ahli yang berhubungan dengan elite politik Klasifikasi elite menurut mosca ada dua:
a) Elite politik yang memerintah yang terlibat secara langsung dan tidak langsung dalam pemerintahan.
b) Elite yang tidak memerintah yang merupakan sisa yang besar dari seluruh elite.
Kedua elite di atas masing-masing memiliki kepentingan yang berbeda dalam usaha mereka menguasai dan mempengaruhi massa.
Dari banyaknya klasifikasi elite yang dibuat para ahli, ada beberapa tipe yang ideal mengenai elite politik. Tipologi ideal elite tersebut adalah sebagai berikut:
1) Elite dinastik adalah mereka yang bersala dari golongan aristokrasi, pedagang dan pemilik tanah. Tipe elite ini memberi kepemimpinan yang tertutup sifatnya, dengan keanggotaanya yang umumnya berasal dari anggota keluarga, sehingga dalam menyampaikan pesan (berkomunikasi) dengan khalayak terkesan ditutupi tidak terbuka sehingga kebijakan yang dibuat tidak diketahui secara jelas oleh khalayak hanya pada tatanan keluarga saja.
2) Elite kelas Menengah.
Kelompok ini merupaka elit baru yang ternyata dalam kemajuan hidupnya berdampingan dengan elite lama.Mereka berasal dari kelompok pedagang dan pengusaha.
3) Intelektual revolusioner. Merupakan kelompok baru yang muncul mengambil alih kepemimpinan nasional dan menyingkirkan elit lama dan mungkin juga budaya lama yang bersifat kolononial. Ideologi menekankan gagasan panggilan historis dan peran serta memiliki dedikasi tugas yang tinggi.
4) Administrator Kolonial. Elite ini mewakili dan bertanggung jawab kepada negara penjajah. Kepemimpinan mereka lebih menghandalkan kekuatan fisik dan ancaman daripada bujukan dan kompromi.
5) Elite Nasionalistik. Bagi elite nasionalis dinegara berkembang, nasionalisme masih merupakan sentimen daripada sistem pemikiran yang dijabarkan.

2. Kelompok Kepentingan
Anomik, Asosiasional, Nonasosional Mahasiswa dan Angkatan Muda Melihat sejarah politik Indonesia, lebih-lebih sejarah pergerakkan kemerdekaan, tak dapat di sangkal lagi bahwa gerakan angkatan muda pada ”era”nya selalu dilandasi idealisme. Oleh karena itu angkatan muda sebagai salah satu pengelompokan umur, khususnya mahasiswa, relatif mempunyai kematangan umur dan bekal pengetahuan, selalu merupakan kekuatan moral dalam saat kritis,sehingga dapat pula disebut sebagai golongan kepentingan anomik (anomic interest group). Karena landasannya kekuatan mmoral, kekuatan lainnya sering terpanggil dan terlibat atau melibatkan diri untuk bersama-sama memanifestasikan sikapnya dalam menghadapi berbagai masalah; maka dengan demikian terjadilah integrasi antarkekuatan.

3. Kelompok Birokrasi
Dengan mendefinisikan secara lebih sempit, Crouch, mencatat bahwa bureaucratic-polity (masyarakat politik birokrati) di Indonesia mengandung tiga ciri utama, yaitu : pertama, lembaga politik yang dominan adalah birokrasi. Kedua, lembaga-lembaga politik lainnya seperti parlemen, partai politik, dan kelompok-kelompok kepentingan berada dalam keadaan lemah, sehingga tidak mampu mengimbangi atau mengontol kekuatan birokrasi. Ketiga, massa di luar birokrasi secara politik dan ekonomis adalah pasif, yang sebagian adalah merupakan kelemahan parpol dan secara timbal balik menguatkan birokrasi .
Kecenderungan yang makin menguatnya peranan birokrasi, nampak dalam proses pengambilan keputusan, birokrasi tidak banyak melibatkan kekuatan sosial politik, dan lebih banyak bertumpu pada teknokrat. Selama ini pandangan teknokrat amat menentukan didalam meletakkan arah pembangunan ekonomi yang menekankan stabilitas, anggaran berimbang, peletakan jaringan pasar dan infra struktur, politik investasi terbuka dan sebagainya. Sementara penetrasi birokrasi didalam kehidupan kehidupan ekonomi, sosial, politik dan cultural, semakin meningkat Kondisi seperti ini akan membawa akibat segala kebijaksanaan lebih banyak ditentukan oleh birokrat dengan keputusan-keputusan yang amat dipengaruhi oleh pertimbangan-pertimbangan teknokratis yang non politis.
Fenomena seperti ini oleh Jackson, disebut bureaucratic polity yang tercermin dalam besarnya kekuasaan birokrasi vis-avis lembaga-lembaga perwakilan dan infra struktur, politik seperti partai politik dan ormas. Akibatnya biaya politik (polical cost) yang harus dibayar karena timbulnya kepolitikan yang tidak berimbang (unbalanced polity), lemahnya control sosial, berhimpitnya struktur ekonomi dengan struktur politik, kaburnya batas penguasa dengan penguasa, dan sebagainya.

4. Massa
Media massa dianggap memiliki peranan yang unik dalam pembangunan politik, karena memiliki suatu instrumen teknologi yang independen, yang produknya dapat menjangkau ke tengah-tengah masyarakat dalam jumlah yang besar (Gerbner dalam McQail, 1987). Di samping itu, media massa menganggap diri sebagai perantara yang independen antara pemerintah dengan publik.
Sebagian informasi, khususnya yang disampaikan oleh media massa akan melintasi garis-garis batas geografis dan kelas sosial. Namun dua karakteristik perubahan attitude akan membatasi dampak media tersebut.
Yang pertama adalah interpretasi informasi melalui media massa tentunya akan dilakukan oleh para pemimpin opini. Pemimpin opini itu sendiri akan amat dipengaruhi oleh hubungan antar personanya (jaringan sosialnya), yang menurut penelitian selama ini menunjukkan hasil yang konsisten, bahwa pengaruhnya lebih kuat dalam hal persuasi ketimbang media massa.
Yang kedua, sekalipun secara persis masih diperdebatkan, tapi dalam banyak hal media massa diakui sebagai saluran yang berkemampuan untuk menyampaikan lebih dari sekedar informasi politik. Artinya, media massa dapat dibuktikan mempunyai efek politik dalam suatu kelangsungan sistem politik suatu masyarakat. Kekuatan media, dalam kaitan ini, menurut Gurevitch dan Blumler (dalam Nasution, 1990) bersumber dalam tiga hal, yaitu struktural, psikologis, dan bersifat normatif. Akar struktural kekuatan media massa bersumber pada kemampuannya yang unik untuk menyediakan khalayak bagi para politisi yang ukuran dan komposisinya tidak akan diperoleh para politisi dimaksud melalui alat yang lain. Sedangkan akar psikologis dari kekuatan media bersumber pada hubungan kepercayaan dan keyakinan yang berhasil diperoleh (meskipun dengan tingkat yang berbeda-beda) oleh organisasi media dari anggota khalayaknya masing-masing. Ikatan saling percaya ini tumbuh berdasarkan pada pemenuhan harapan khalayak selama ini dan validasi dari hubungan percaya mempercayai di masa lampau antara media yang bersangkutan dengan khalayaknya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar