Rabu, 19 Mei 2010
green accounting
From Wikipedia, the free encyclopedia Dari Wikipedia Bahasa Melayu, ensiklopedia bebas
Green akuntansi adalah jenis akuntansi yang mencoba untuk faktor biaya lingkungan ke dalam hasil keuangan usaha . Telah dikemukakan bahwa produk domestik bruto mengabaikan lingkungan dan oleh karena itu pembuat keputusan membutuhkan model revisi yang menggabungkan akuntansi hijau "akuntansi nasional hijau,". Istilah ini pertama kali dibawa ke umum digunakan oleh ekonom profesor berpengaruh Petrus Kayu di 80's. Ini adalah praktek kontroversial Namun, karena deplesi sudah faktor dalam akuntansi untuk industri ekstraksi dan akuntansi untuk eksternalitas dapat sewenang-wenang. Julian Lincoln Simon , seorang profesor bisnis administrasi di University of Maryland dan Senior Fellow di Institut Cato, berpendapat bahwa penggunaan sumber daya alam hasil kekayaan yang lebih besar, seperti yang dibuktikan oleh harga jatuh dari waktu ke waktu dari hampir semua sumber daya yang tidak bisa diperbarui.
http://en.wikipedia.org/wiki/Green_accounting
teknik-teknik sampling
Tahapan sampling adalah:
· Mendefinisikan populasi hendak diamati
· Menentukan kerangka sampel, yakni kumpulan semua item atau peristiwa yang mungkin
· Menentukan metode sampling yang tepat
· Melakukan pengambilan sampel (pengumpulan data)
· Melakukan pengecekan ulang proses sampling
http://id.wikipedia.org/wiki/Teknik_sampling
Sabtu, 15 Mei 2010
EMOSI IREN
Terdengar suara Papa di ujung telepon.
............
”Oh.. Senin toh! Yaudah kalo begitu nanti saya suruh Iren buat jemput Pak De ngge?
............
”Uwis ra papa Pak De”
............
”Yo..sami-sami Pak De”
Seusai Papa menutup telepon, Iren langsung menerobos bertanya.
”Tadi itu siapa Pa? Trus kok nama Iren disebut-sebut?” Tanya Iren penuh keingintahuan.
”Pak De Marno. Katanya Pak De mau kesini besok hari Senin, Kamu jemput yah!” Jawab Papa santai.
”Pak De Marno? Yang mana yah? Perasaan baru denger?” Tanya Iren bingung.
”Oh iya. Beliau memang baru dua kali ke Jakarta. Kamu dulu pernah ketemu waktu kelas 6 SD.”
”Ya ampun Pah. Ya udah lupalah giman wajahnya. Mas Didi aja kenapa sih yang jemput! Besok kan dia ngga kuliah”. Gumam Iren.
”Eh engga bisa! Kan elo yang disuruh lagian besok gue ada janji sama Dea, udah dibatalin dua kali nih Ren. Ntar dia marah lagi sama gue! Yaaah, pliiiiiss..” Rengek Didi sambil memegang pipi adiknya plus dengan wajah memelas.
”Huh, Dea mulu sih dipikirin..” Ucap Iren BT.
”Iya, Ren. Udahlah kamu aja ya sayang” Bela Mama.
”tapi kan Pa, Iren ngga tahu mukanya kayak gimana. Trus gimana bisa ketemu dong?” Balas Iren cari alasan.
Yaa nanti Papa suruh Pak De tunggu di pintu keluar deh”
”Oia Pah, mobilnya kan masih di bengkel?” Tanya Mama.
”Tadi Papa udah ngomong sama orang bemngkel, katanya besok bisa diambil. Jam dua nanti kamu ambil di bengkel ya Ren, trus jam empat kamu ke stasiunnya.” Jelas Papa.
Tanpa berkomentar apa-apa Iren hanya memanyunkan bibirnya dan melirik ke arah Mas Didi yang tersenyum sangan puas. Tinggal Iren menatap abangny itu penuh dendam.
* * *
Bel pulang sekolah sudah berdering. Satu persatu teman sekelas Iren meninggalkan kelasnya. Namun Iren masih melamun, buku-buku di atas mejanya pun belum dirapikan.
”Woy, bengong aja lo! Mau pulang ngga?” Bentak Meli teman sebangkunya yang sedang menyemprotkan parfum ke tubuhnya.
”Busyet dah, wanginya! Gue hampir pingsan nih Mel!” ucap Iren sampil menutup rapat-rapat hidungnya.
”Yee, daripada lo bauu!!” Sanggah Meli ”Yee udah cepet mau balik ngga?!”
Sambil merapikan bukunya, Iren bicara.
”Mel, anterin gue ke bengkel yuk. Mao ngambil mobil nih entar sore gue disuruh jemput Pak De gue. Maksud gue, kan gue jemputnya sore jadi gue bisa tidur dulu gitu di rumah lo! Hehehe..” ucap Iren tersenyum imut.
“Ugh, dasar lo! Ya udah yuk!”
* * *
”Ren, Ren! Bangun Ren! Lo ngga jadi jemput Pak De lo!”
”jadi, ntar dulu ahh bentar lagi” jawab Iren super malas bin lemas.
”Udah jam setengah lima tuh!” Teriak Meli.
”Haahhh...!! aduh, lo kenapa ngga bangunin gue dari tadi sih?!”Omel Iren.
“Yee, dasar elo aja yang kebluk. Mulut gue udah ampe bebusa nih ngebangunin elo!” Meli balas mengomel.
”Ya udah ye. Thanks Mel. Byeee!! Teriak Iren sambil berlari keluar kamar dengan terburu-buru.
* * *
Di perjalanan Iren ngebut abis-abisan sambil sesekali melihat ke arah jam yang melingkar manis di pergelangan tangannya. Tiba-tiba sesampainya di depan stasiun Iren ngerem mendadak. Ia keluar dengan membanting pintu mobilnya plus mukanya yang marah.
”Aduh Bapak gimana sih, kalo nyebrang liat-liat dong!! Lagian kalo Bapak ketabrak, saya juga yang disalahin. Engga tahu apa orang lagi buru-buru!!” Ucap Iren dengan nada sangat marah.
Selesai Iren memaki bapak itu yang masih terdiam membisu lalu ia kembali ke dalam mobil dan memarkirkannya. Sesegera mungkin ia berlari menuju ke lobi. Sesampainya disana Iren ingat bahwa Paanya menyuruhnya menunggu di pintu keluar. Lalu ia berlari ke pintu keluar namun tak ada seorangpun menunggu di situ. Akhirnya Iren bertanya ke loket dan penjaga apakah kereta yang dimaksud sudah tiba. Namun sang penjaga memberitahukannya bahwa kereta itu sudah sejak tadi tiba. Dilihatnya jam sudah menunjukkan pukul 5.45. Sambil merapikan poninya yang lusuh Iren mengambil keputusan untuknya pulang kerumahnya.
* * *
Sesampainya di rumah, dengan kaki yang melangkah lemas Iren menaiki anak tangga di depan ters rumahnya. Dari dalah ruangan tamu terdengan suara riuh Papa dan Mamany. Dalam kepalanya Iren memikirkan apa yang harus dikatakannya kepada orangtuannya.
”Assalamualaikum” Salam Iren, sejenak kemudian mata Iren terbelalak.
”Walaikumsalam” Jawab mereka.
”Kamu gimana sih sayang, disuruh jemput tapi Pak Denya malah dateng sendirian.” Tanya Mama dengan nada heran.
Ia melihat sosok seorang lelaki yang duduk tak jauh dari Ayahnya. Sepertinya Ia mengenal sosok lelaki itu. Tanpa berkedip Iren menatapnya. Lalu kemudian dia mengingatnya, Ia ingat bahwa ternyata lelaki itu adalah Bapak yang hampir ditabraknya tadi di depan stasiun.
”Hey, kok malah bengong sih.” Ucapan Mama mengagetkan Iren.
Iren terperangan dan tersenyum meringis menatap mata lelaki itu yang ternyata tak lain dan tak bukan adalah Pak De yang seharusnya ia temui di stasiun tadi. Lalu ia berjalan mendekati dan mencium punggung tangan Pak Denya itu.
”Maaf ya Pak De tadi...” Ucap Iren dengan terbata-bata.
”Iya. Engga apa-apa. Ternyata tadi itu kamu toh Ren.”
Iren menunduk tersenyum malu.
Rumitnya Masalah Banjir di Jakarta
Rumitnya Masalah Banjir di Jakarta
Ditulis oleh wahyuancol di/pada Februari4, 2007
Banjir dapat dipastikan terjadi setiap tahun di Jakarta pada bulan Januari-Febuari. Meskipun demikian, persoalan itu sangat rumit untuk diselesaikan. Mengapa? Persoalannya ternyata tidak hanya berkaitan dengan kondisi alam, tetapi juga menyangkut hubungan antar daerah yang makin diperumit oleh otonomi daerah. Sikap masyarakat pun ternyata juga menjadi masalah tersendiri.
Banjir benar-benar telah melanda Jakarta. Bila kemaren Jum’at 2 Febuari 2007 Jakarta dinyatakan Siaga III, maka pada hari Sabtu 3 Febuari 2007 telah dinyatakan Siaga I dalam menghadapi masalah banjir. Banjir kali ini mengingatkan kita pada banjir pada tahun 2002 yang lalu. Siklus banjir lima tahunan telah datang.Dengan banjir ini, berbagai upaya mengatasi masalah banjir yang telah dilakukan dalam kurun waktu 5 tahun (2002 – 2007) seakan tidak ada artinya. Berbagai pernyataan yang muncul sebelumnya tentang kesiapan menghadapi banjir, telah terbukti hanya isapan jempol belaka.
Persoalan banjir di Jakarta tidak mungkin diselesaikan oleh Jakarta sendiri. Sama-sama kita ketahui bahwa air yang datang melanda Jakarta datang dari Bogor. Kenyataan ini adalah hal yang tidak mungkin di nafikan. Setiap musim hujan tiba, volume air yang datang dari Bogor tidak sanggup ditampung oleh sistem aliran sungai yang melintas di Jakarta. Keadaan ini terekspresikan dengan hadirnya Banjir. Berbagai ide untuk menyelesaikan masalah banjir di jakarta ini sebenarnya telah dikemukakan. Perlunya upaya yang terpadu untuk mengatasi masalah banjir di Jakarta juga telah diungkapkan sejak lama oleh para ahli. Tetapi semua usulan yang diajukan itu kandas.
http://wahyuancol.wordpress.com/2007/02/04/rumitnya-masalah-banjir-di-jakarta/